Pak
Andre adalah anak tunggal keturunan orang terpandang di desa itu,
sedangkan Bu Rina adalah anak orang biasa. Namun demikian kedua orang
tua Pak Andre, sangat menyayangi menantu satu-satunya itu. Karena selain
rajin, patuh dan taat beribadah, Bu Rina juga sudah tidak punya saudara
dan orang tua lagi. Mereka semua menjadi salah satu korban gempa
beberapa tahun yang lalu.
Sekilas orang memandang, mereka adalah
pasangan yang sangat harmonis. Para tetangganya pun tahu bagaimana
mereka dulu merintis usaha dari kecil untuk mencapai kehidupan mapan
seperti sekarang ini. Sayangnya, pasangan itu belum lengkap.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun usia pernikahannya, mereka belum juga dikaruniai seorang anakpun. Akibatnya Pak Andre putus asa hingga walau masih sangat cinta, dia berniat untuk menceraikan sang istri,
yang dianggapnya tidak mampu memberikan keturunan sebagai penerus
generasi. Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sangat sedih dan
duka yang mendalam, akhirnya Bu Rina pun menyerah pada keputusan
suaminya untuk tetap bercerai.
Sambil menahan perasaan yang tidak
menentu, suami istri itupun menyampaikan rencana perceraian tersebut
kepada orang tuanya. Orang tuanya pun menentang keras, sangat tidak
setuju, tapi tampaknya keputusan Pak Andre sudah bulat. Dia tetap akan
menceraikan Bu Rina.
Setelah berdebat cukup lama dan alot, akhirnya dengan berat hati kedua orang tua itu menyetujui perceraian tersebut dengan satu syarat,
yaitu agar perceraian itu juga diselenggarakan dalam sebuah pesta yang
sama besar seperti besarnya pesta saat mereka menikah dulu. Karena tak
ingin mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan itu pun
disetujui.
Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Saya
berani sumpah bahwa itu adalah sebuah pesta yang sangat tidak
membahagiakan bagi siapapun yang hadir. Pak Andre nampak tertekan, stres
dan terus menenggak minuman beralkohol sampai mabuk dan sempoyongan.
Sementara Bu Rina tampak terus melamun dan sesekali mengusap air mata
nelangsa di pipinya. Di sela mabuknya itu tiba-tiba Pak Andre berdiri
tegap dan berkata lantang,
“Istriku, saat kamu pergi
nanti… ambil saja dan bawalah serta semua barang berharga atau apapun
itu yang kamu suka dan kamu sayangi selama ini..!”
Setelah berkata demikian, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.
Keesokan
harinya, seusai pesta, Pak Andre terbangun dengan kepala yang masih
berdenyut-denyut berat. Dia merasa asing dengan keadaan disekelilingnya,
tak banyak yang dikenalnya kecuali satu. Rina istrinya, yang masih
sangat ia cintai, sosok yang selama bertahun-tahun ini menemani
hidupnya.
Maka, dia pun lalu bertanya,
“Ada dimakah aku..? Sepertinya ini bukan kamar kita..? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi..? Tolong jelaskan…”
Bu Rina pun lalu menatap suaminya penuh cinta, dan dengan mata berkaca dia menjawab,
“Suamiku…
ini dirumah peninggalan orang tuaku, dan mereka itu para tetangga.
Kemaren kamu bilang di depan semua orang bahwa aku boleh membawa apa
saja yang aku mau dan aku sayangi. Dan perlu kamu tahu, di dunia ini
tidak ada satu barangpun yang berharga dan aku cintai dengan sepenuh
hati kecuali kamu. Karena itulah kamu sekarang kubawa serta kemanapun
aku pergi. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu..!”
Dengan
perasaan terkejut setelah tertegun sejenak dan sesaat tersadar, Pak
Andre pun lalu bangun dan kemudian memeluk istrinya erat dan cukup lama
sambil terdiam. Bu Rina pun hanya bisa pasrah tanpa mampu membalas
pelukannya. Ia biarkan kedua tangannya tetap lemas, lurus sejajar dengan
tubuh kurusnya.
“Maafkan aku istriku, aku sungguh bodoh
dan tidak menyadari bahwa ternyata sebegitu dalamnya cintamu buat aku.
Sehingga walau aku telah menyakitimu dan berniat menceraikanmu
sekalipun, kamu masih tetap mau membawa serta diriku bersamamu dalam
keadaan apapun…”
Kedua suami istri itupun akhirnya ikhlas
berpelukan dan saling bertangisan melampiaskan penyesalannya
masing-masing. Mereka akhirnya mengikat janji (lagi) berdua untuk tetap
saling mencintai hingga ajal memisahkannya.
Kalau menurut Kang Sugeng sih begini, tujuan utama dari sebuah pernikahan itu bukan hanya untuk menghasilkan keturunan, meski diakui mendapatkan buah hati itu adalah dambaan setiap pasangan suami istri, tapi sebenarnya masih banyak hal-hal lain anyg juga perlu diselami dalam hidup berumah-tangga.
Untuk itu rasanya kita perlu menyegarkan kembali tujuan kita dalam menikah yaitu peneguhan janji sepasang suami istri untuk saling mencintai, saling menjaga baik dalam keadaan suka maupun duka. Melalui kesadaran tersebut, apapun kondisi rumah tangga yang kita jalani akan menemukan suatu solusi. Sebab proses menemukan solusi dengan berlandaskan kasih sayang ketika menghadapi sebuah masalah, sebenarnya merupakan salah satu kunci keharmonisan rumah tangga kita.
“Harta dalam rumah tangga itu bukanlah terletak dari banyaknya tumpukan materi yang dimiliki, namun dari rasa kasih sayang dan cinta pasangan suami istri yang terdapat dalam keluarga tersebut. Maka jagalah harta keluarga yg sangat berharga itu..!”








0 komentar:
Posting Komentar